Total Tayangan Halaman

Senin, Juli 01, 2013

Tidak hanya sekedar kata “maaf ya…”



Beberapa kali ku temui orang yang sering sekali meminta maaf kepada orang lain. Memang si,, itu baik, namun terlalu seringnya minta maaf jadi seolah-olah ka maaf itu menjadi sesuatu hal yang lumrah dan wajar tanpa adanya usaha perbaikan dan pertanggungjawaban atas kata “maaf” yang telah diucapkan. Misalnya saja, “maaf, karena telah membuatmu menunggu”. Dan ucapan maaf itu selalu berulang setiap kali berjanji untuk bertemu tanpa ada usaha untuk tidak mengucapkan kata “maaf” lagi. Apakah itu esensi dari kata maaf???
Kalau aku si,, menyebalkan ya… mendengar kata maaf terus keluar dari mulut tanpa ada usaha untuk memperbaiki diri. Hanya maaf, maaf, maaf, dan maaf. Rasanya pengen berteriak “heiii,,, kalau memang ingin minta maaf, lakukan sesuatu dong. Jangan hanya maaf dan tidak ada usaha untuk memperbaikinya”. Yaa,, itulah aku. Tapi memang ada benarnya juga juga kan pendapatku? Kata maaf tidak akan bermakna tanpa adanya usaha untuk memperbaikinya. Lebih baik sering-sering berkata “terimakasih” kan, dari pada kata “maaf”.
 Jadi ingat kisahnya Aya dalam drama Jepang ‘one litre of tears’. Saat Aya mulai bergantung pada pertolongan orang lain untuk berjalan dan mengikuti pelajaran. Aya selalu bilang “maaf”, maaf karena telah merepotkan. Namun, sang ibu dengan sabar memberikan nasehat “jangan selalu meminta maaf, tapi ucapkan terimakasih kepada orang-orang yang telah membantumu”. Sejak saat itu ucapan terimakasih-lah yang selalu terucap dari bibir Aya saat menerima bantuan dari orang lain.